Medan, MEDIA SURYA – Sidang Penggugat Advokat Senior Dr. Djonggi Simorangkir, SH.MH. Dr. Ida Rumindang Radjagukguk, SH.MH. , Josua Darnel Tampubolon (Anak Kandung Demak Tampubolon) terhadap anak pungut sebagai pancingan semakin hangat pasalnya usai bukti-bukti tulisan dari Demak Tampubolon dan Vidio yang berbahasa Batak dari para saksi adalah “Adik Perempuan kandung Demak Tampubolon dari Jl Gunung Agung Binjai Ny Marupa Hutabarat Martiana Br Tampubolon (87) Ny Tampubolon Frida Br Hutagaol (90) dan sajsi lainnya,” tutur Dr Djonggi Manahan Simorangkir SH MH yang disampaikan Dr Ida Rumindang Rajagukguk meminta hadir di persidangan agar Keterangan Ahli Bahasa dan Satra Batak diterangkan oleh Drs Warisman Sinaga MHum yang mengartikannya.
Namun Hakim Ketua PTUN Medan Dharma Purba SH MH terlihat arogan memaksakan Drs. Warisman Sinaga, M.Hum Ahli Bahasa Batak dari USU untuk menterjemahkan Bukti dari Tergugat Rospita Mangiring melalui Advokat Betty Ayu sehingga Dr. Djonggi Keberatan karena Ahli Bahasa Batak dihadirkan itu hanya untuk menterjemahkan Bukti Pengakuan dari Demak Tampubolon agar diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia,
“Tidak ada kewajiban Ahli Warisman Sinaga Ahli Bahasa Batak untuk menterjemahkan Bukti dari Tergugat Intervensi 2 dari Bahasa Batak ke Bahasa Indonesia apalagi belum ada jadwal kapan Bukti dan saksi dari Tergugat Rospita Mangiring tersebut artinya Betty Ayu belum ada membuat Mou kepada Warisman Sinaga,” tutur Dr Djonggi ahli hukum terkenal suara besar dan tinggi yang idealis membela kliennya serius.
Namun pertanyaan kuasa tergugat untuk menjelaskan arti kata “Lungun rohangku masihol di jolma”. Kata lungun itu bermakna sepi, rindu “Jolma” artinya Demak merindukan anak biologisnya sendiri adalah makna konotasi jolma itu manusia (anak) dan tidak ada disebut nama Rospita di dalam “Pangakuan” tersebut karena Rospita bukan anak kandung Demak dan tidak ada surat pengangkatan anak dari Pengadilan maupun secara Adat Batak.
Selanjutnya Warisman yang juga dosen di USU ini juga menjelaskan pembcaraan dari Vidio terhadap Martiana Tampubolon dan Frida Br Hutagaol yang sama pendapatnya, diartikan dari bahasa Batak Ke bahasa Indoesia bahwa
“Rospita anak Rufinus Tampubolon dari Bamban diantar Ke Binjai saat usia antara 1-2 bulan, Mangiring artinya pancingan!” ucap Ahli Bahasa Batak Warisman tegas, Rospita Mangiring bukan anak biologis Demak Tampubolon.
Sementara anak kandung (biologis) Demak Tampubolon ada 5 yakni Josua Darnel Tampubolon dan 4 Saudaranya dan salah satu Ramos Tampubolon sudah dipanggil Tuhan. Sementara Rospita Mangiring adalah anak ke 9 bersaudara dari 10 orang dari pasangan Rufinus Tampubolon dan Hilderia Marpaung
Di tempat yang sama di halaman PTUN Warisman kepada awak media ini, menuturkan bahwa
“Hakim ketua majelis hendak memaksakan kehendak kepada saya, guna menjawab terjemahan tsb terkesan menjebak Hakim tersebut memihak tergugat intervènsi Betty Ayu, namun saya tangkis karena tidak ada wewenang dia mengatur agar saya menjawab permintaan Betty Ayu menterjemahkan isi bacaan suratnya” tutur Warisman.
Hakim dan Betty Ayu sepakat mencuri kesempatan kata kasarnya gratis!?
“Saya datang Ke PTUN adalah Undangan Dr Djonggi dan Dr Ida Rumindang bukan Undangan Hakim Majelis PTUN Dharma Purba, dan PH Rospita yakni Betty Ayu jadi tidak berhak mereka mengatur saya yang harus menterjemahkannya, karena jujur saja, saya sudah keliling Indonesia jadi penterjemah Bahasa Batak ke Bahasa Indonesia belum pernah terjadi seperti ini, kalau pun mau mereka sendirilah yang menyediakan penterjemah sendiri bukan saya. Dan saya salut terhadap Pak Dr Djonggi yang kritis serius dan fokus terhadap kasus Anak Pungut ngaku ngaku anak kandung!” ungkap Warisman tegas.
Dr Djonggi menilai Sidang PTUN Medan membuatnya jadi sangat kecewa karena Hakim Dharma Purba terkesan tidak profesional, terlihat seperti sering menghayal sehingga tidak fokus dalam persidangan, sebenarnya pada
“Prinsip hakim harus aktif karena merupakan salah satu prinsip penting dalam pemeriksaan sidang di Peradilan Tata Usaha Negara. Hakim secara aktif, harus menasehati tergugat intervensi untuk memperhatikan tergugat, dalam proses pembuktian dan etika dalam sidang, ada apa, apakah sudah ada diduga menerima suap dari tergugat intervensi, nanti akan kita laporkan kepada atasannya agar sikap arogannya yang tinggi tidak mampu membuktikan sikap netral seperti yang sudah terucap dari mulutnya sendiri bahwa “Hakim PTUN Netral” belum dapat dibuktikannya!?” imbuh Dr Djonggi. (Nurlince Hutabarat)