Jakarta, MEDIA SURYA – Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si., Psikolog. atau yang akrab disapa Kak Seto adalah psikolog anak dan menjabat sebagai ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, lembaga swadaya yang bergerak pada ranah perlindungan anak di Indonesia khususnya yang berasal dari keluarga kurang mampu. Kak Seto Kelahiran 28 Agustus 1951 (usia 72 tahun), Kabupaten Klaten ini memiliki, Anak : Dhea Seto, Shelomita Kartika Putri Maharani dan Bimo Dwi Putra Utama.
Kemudian Pasangan: Deviana Mulyadi Orang tua: Mulyadi Effendy, Mariati
Saudara kandung: Kresno Mulyadi, Arief Budiman, Makruf Mulyadi.
Kemudian mengecap Pendidikan: Fakultas Psikologi (FPSI) UI, Fakultas Psikologi (FPSI) UI, lainnya.
Kak Seto dikenal atas Pencipta karakter Si Komo ini juga Pendiri Homeschooling Kak Seto.
Ada banyak kasus ditangani Kak Seto. Dan akhir akhir ini Kak Seto menangani “Kasus” yang dilakukannya memberikan pandangan dan arahan terkait perlindungan anak di Sekolah khususnya dalam mengatasi tindakan bully.
Kak Seto menuturkan,”Kita menyoroti pentingnya penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Tindakan Konkret di sekolah yang melibatkan semua pihak terkait,” ungkapnya.
Setiap tindakan kekerasan terhadap anak, entah itu dilakukan oleh guru, staf sekolah, atau teman sekelas, merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 3 tahun 6 bulan penjara.”Bahkan, mereka yang diam saja atau tidak berusaha menolong juga dapat mendapatkan sanksi yang lebih tinggi,” tutur psikolog anak Senin (10/12/2023).
Seto menuturkan dengan tegas bahwa
“Sekolah memiliki kewajiban untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan, dan konsep “Sekolah Ramah Anak” harus diimplementasikan secara sungguh-sungguh. Hal ini termasuk dalam memastikan kompetensi pendidik, karena Kementerian Guru telah berkomitmen untuk menjadikan mereka sebagai sahabat siswa yang mendidik dengan kreatif dan tanpa kekerasan,” tuturnya tegas.
Kemudian dijelaskannya, Pentingnya perlindungan anak di sekolah melibatkan semua pihak, termasuk pendidik, staff sekolah, dan orang tua. Siapapun yang berusaha melindungi atau menutupi tindakan kekerasan juga dapat dikenakan sanksi pidana atau dilaporkan ke polisi,” ujar Seto.
Dalam konteks intimidasi yang mungkin berasal dari orang tua yang berpengaruh di sekolah,” tuturnya.
Seto menyarankan agar “Sekolah segera melapor ke polisi. Koordinasi dengan kepolisian setempat dan dinas pendidikan di tingkat kabupaten/kota perlu dilakukan untuk memastikan komitmen bersama dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan anak-anak di sekolah. Seto juga menekankan pentingnya kepala dinas dan kapolres untuk mengawasi dan mencegah adanya pembiaran dalam menangani kasus intimidasi,” tuturnya.
Sebelumnya, kuasa hukum keluarga korban perundungan di sekolah di Sukabumi, Jawa Barat, Mellisa Anggraini menceritakan kasus kekerasan terhadap anak bernama Leon di akun media sosial X (sebelumnya Twitter). Leon (12 tahun) mengalami perundungan di sekolah yang menyebabkan “Lengannya patah. Guru-guru terlibat dalam menyusun skenario untuk menutupi kejadian, bahkan orang tua pelaku hadir lebih dulu daripada orang tua Leon. Leon mengalami intimidasi untuk tidak mengungkap kejadian sebenarnya. Meskipun ayahnya sudah melaporkan ke Polisi sejak Oktober, proses hukum belum naik ke tahap penyidikan menjadi tanda tanya,” imbuhnya. (Nurlince Hutabarat)