MEDAN, MEDIA SURYA News – Pemerintah mulai melarang aktivitas bisnis pakaian bekas impor atau Monza karena dinilai mulai mengganggu tumbuh kembang produk lokal, industri tekstil dalam negeri, serta usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM).

 

Pelarangan ini tentunya menjadi ancaman bagi pedagang monza di Sumut dan sekitarnya, melihat jual beli barang bekas ini cukup banyak bertebaran di Sumatera Utara.

 

Di Kota Medan sendiri memiliki pasar monza diantaranya Pasar Melati, Pasar Sambu, Pasar Simalingkar, Pasar Martubung, Pasar Pajus hingga Pasar di sekitaran Sukaramai.

 

Belum lagi terdapat banyak online shop yang menjual baju bekas di ecommerce dan juga melalui media sosial pribadi yang menawarkan paket usaha dengan harga yang lebih murah.

 

Lantas, bagaimana nasib para pedagang monza di Sumut khususnya Kota Medan apabila aktivitas bisnis pakaian bekas impor atau Monza dilarang?

 

Terkait dengan hal ini, Pengamat Ekonomi Sumatera Utara Wahyu Ario Pratomo mengatakan Sumatera Utara merupakan salah satu sumber masuknya barang bekas impor tersebut.

 

Ia mengatakan perdagangan barang bekas impor seperti pakaian dan sepatu bekas cukup banyak sehingga melibatkan banyak tenaga kerja.

 

Sehingga apabila aktivitas ini distop, maka akan banyak mengurangi pendapatan masyarakat bahkan menambah pengangguran.

 

Dan untuk perekonomian di Sumut dan Tanjung Balai pun tentunya akan terpengaruh ketika larangan ini diberlakukan.

 

“Aktivitas jual beli barang bekas impor ini ada banyak di Sumatera. Pajak Melati misalnya kalau di Kota Medan, demikian pula di Batam dan Tanjung Balai, maka apabila ini distop akan banyak mengurangi pendapatan masyarakat dan perekonomian pun akan terpengaruh, ” ucapnya saat diwawancarai, Sabtu (18/3/2023).

 

Ia menilai keberadaan barang bekas impor atau Monza memang dapat mempengaruhi permintaan baju dan sepatu yang branded.

 

Sebab, banyak orang yang mampu saat ini memilih barang tersebut khususnya yang masih dalam kondisi baik. Sedangkan pakaian bekas yang kurang baik dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

 

Sebab pakaian bekas branded masih dijual dengan harga cukup mahal. Oleh karena nya, memang pakaian bekas branded tersebut dijual di mal dan online melalui media sosial bahkan sampai ke ecommerce.

 

Namun, terkait pemberantasan barang bekas impor yang hendak dilakukan oleh pemerintah saat ini, Wahyu tidak begitu yakin akan berhasil.

 

Karena sebelumnya pemerintah juga pernah menerbitkan peraturan menteri perdagangan tentang larangan impor pakaian bekas pada tahun 2015 lalu.

 

Dan nyatanya tidak pernah berhasil dengan baik karena ini menyangkut bisnis dan pekerjaan banyak orang.

 

“Mungkin efektif dalam waktu tertentu dan setelah beberapa lama akan kembali ke kondisi semula lagi, ” sebutnya. (trc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *