SAMOSIR, MEDIA SURYA – Sejumlah korban penggelapan uang wajib pajak oleh Bripka Arfan Saragih dan rekan merasa terkatung-katung nasibnya seperti dialami Leonardo Situmorang (27) di Samosir, Senin (27/3/2023) Malam.
Situmorang merupakan warga Harapohan Desa Lumban Suhi-Suhi Dolok Kecamatan Pangururan korban tindak pidana pemalsuan dan penggelapan dalam pengurusan surat-surat di Samsat Pangururan.
Situmorang menilai, publik menjadi lupa nasib ratusan korban yang dirugikan almarhum Bripka Arfan Saragih. Keadaan itu lantaran pihak keluarga Almarhum Bripka Arfan menurutnya mengalihkan issu penggelapan uang wajib pajak jadi issu pembunuhan.
“Jangan alihkan kasus penggelapan Pajak jadi kasus pembunuhan. Seolah-olah ini yang dilakukan keluarga Almarhum agar kasus penggelapan ini tertutupi”, kata Situmorang dengan nada kesal.
Sekilas tentang penggelapan uang dilaminya, Situmorang bercerita.
Pada Juli 2022 dia membeli 1 unit sepeda motor bekas, kemudian pergi ke kantor Samsat Pangururan ‘membalik namakan’ sepeda motor menjadi atas namanya.
Tiba di Kantor Samsat Pangururan, Situmorang bertemu petugas yang memang resmi di loket pembayaran, bernama Accong Tambunan komplotan Bripka Arfan.
Accong lalu meminta Situmorang datang 1 Minggu kemudian dengan maskud setelah berkas selesai.
Acong dan Situmorang bertukar nomor telephone, dan kemudian Situmorang datang ke Samsat Pangururan.
“Ketika itu, aku dikasih lembaran yang judulnya bertuliskan Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB/SWDKLLJ DAN PKB atas namaku sendiri dan sebuah lembaran kertas kecil bertuliskan Dokumen Pengganti Blanko STNK”, kata Situmorang.
Acong memberikan dominan sambil mengatakan, “nunga atas nama ni lae be kareta i da, alai molo STNK habis blangko jadi pengganti sementara majo hulean”, (sudah atas nama lae sepeda motor itu ya, namun untuk STNK blangko lagi kosong, jadi pengganti sementara lah dulu kukasih ya”.
Lalu, kepada Acong Situmorang berkata, “olo, lae, jadi songon dia BPKB na” (iya lae, namun bagaimana dengan BPKB nya) dan dijawab kembali dengan mengatakan “molo BKPB parpudi do i lae dohot plat na, agak leleng doi”, (kalau BPKB belakangan nya itu lae sama plat nya, agak lama itu lae”, dan dijawab Situmorang “oke lae”, dan selanjutnya saksi permisi pulang.
Sebulan kemudian Situmorang menelpon Acong, dan jawaban yang dia dapat berkasnya belum selesai.
Hampir 2 kali dalam sebulan Situmorang menghubunginya baik melalui telephone dan juga bertemu secara langsung namun selalu diberikan jawaban yang sama dan bahkan pada sekira bulan Oktober 2022 saksi tidak bisa lagi menelponnya.
Lalu, saat 01 Februari 2023 Situmorang kembali ke Samsat Pangururan bermaksud menemui langsung Acong, namun Acong ada bertemu.
Acong yang pun menanyakan keberadaan suratnya, kepada polisi bermarga Turnip soal dokumen dan plat motor yang tak selesai sejak bulan Juli 2022.
Setelah dicek, ternyata, surat yang dia bayarkan berupa PKB/BBNKB/SWDKLLJ DAN PKB atas namanya belum terdaftar atas namanya.
Bahkan, Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB/SWDKLLJ DAN PKB yang diserahkan Acong adalah palsu dan tidak benar.
Diketahui, Acong sudah kabur sejak bulan November 2022 dan Situmorang diarahkan datang melapor ke Polres Samosir.
Sebagai warga yang taat pajak, Situmorang justru dikecewakan.
Untuk keperluan balik nama kendaraannya Situmorang dirugikan sejumlah uang sebesar Rp 5.000.000,00.
Atas kasus ini, Situmorang berharap kasus penggelapan ini bisa terungkap secara terang benderang dan korban yang dirugikan tidak terbebani dua kali.
Sayangnya, menurut Situmorang issu yang terjadi di publik hanya penggiringan opini, almarhum mati karena pembunuhan.
“Seakan-akan perhatian publik hanya pada kasus kematian yang digiring pihak keluarga korban, ini membuat publik melupakan korban penggelapan wajib pajak yang jumlahnya hingga 400 orang di Samosir”, kata Situmorang.
Menurut Situmorang, keluarga Almarhum Bripka Arfan Saragih justru membuka issu baru untuk menutupi kasus penggelapan.
“Menurutku, ini yang dilakukan keluarga Almarhum untuk menutupi kasusnya dengan membuka issu baru (pembunuhan), supaya dialihkan perhatian publik. Sehingga, kasusnya tentang penggelapan tidak muncul lagi ke permukaan”, ucap Situmorang.
Korban penggelapan pajak lainnya, Nekkon Naibaho (39) warga Pangururan turut mengeluh. Kasus penggelapan uang dilakukan Bripka Arfan dan rekannya, menurut Nekkon tertutupi karena keluarga almarhum membentuk opini publik seolah korban mati dibunuh.
“Sebaiknya terlebih dulu dikembalikan uang korban wajib pajak, barulah kemudian telusuri kematian Arfan Saragih. Jangan karena 1 orang, jadi terlupakan ratusan warga Samosir yang jadi korban penggelapan pajak”, tutur Nekkon.
Kepada wartawan, Nekkon mengatakan saat melakukan pengecekan aplikasi di Kantor Samsat Pangururan, baru mengetahui pajak kendaraan yang dia bayarkan selama 5 tahun tidak terekap.
Hal itu diketahui Nekkon pada 30 Januari 2023 saat hendak melakukan Pengurusan Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP.
Sayangnya, pada saat saksi melakukan proses pengurusan tersebut pada saat di Loket Pendaftaran di Loket 1 petugas Loket 1 mengatakan, “Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP”.
Lalu Nekkon kesal dan menjawab “kenapa gak asli?”. Lalu petugas loket mengatakan, “ini tanda (sambil menunjukan Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP yang tidak memiliki Logo dan Nomor dari Surat Ketetepan Kewajiban Pembayaran tersebut)”.
Lalu Situmorang menjawab, “biasanya dalam pengurusan ini Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP yang asli diberikan kepada petugas Samsat”.
Menjawab Situmorang, petugas Samsat mengatakan, “sebentar pak (sambil pergi)” kemudian saksi pun menanyakan kepada Petugas Samsat yang lain namun petugas samsat yang lain tersebut mengatakan, “bukan aku yang menangani itu Lalu setelah itu saksi pulang ke rumah saksi”.
Nekkon mengalami pemalsuan dan penggelapan sejak 5 tahun terakhir.
Acong tidak memberikan Blank Asli berupa Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Sura Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP.
Pada saat membayarkan wajib pajak, Nekkon telah melewati beberapa prosedur yang benar.
“Dan saya memberikan itu resmi, bukan melalui calo. Soalnya saya memberikan sesuai alur kepada Acong selaku petugas di Loket Pembayaran Kasir Loket Pendaftaran Pertama”, tuturnya.
Adapun isi dari Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB yang dipalsukan milik Nekkon Naibaho yakni, SWDKLLJ dan PNBP yaitu NOMOR REGISTRASI BB 1805 CA alamat, kendaraan Toyota Rush putih.
Nekkon sangatlah taat pajak, bahkan membayarkan sebulan sebelum jatuh tempo. Hal membuat kesal lagi, ketika belakangan pegawai Samsat mengatainya melakukan pembayaran kepada calo, padahal Acong petugas resmi Samsat.
“Saya belakangan juga sempat kesal, soalnya dikatai membayar ke calo padahal dia seorang petugas resmi yang membidangi”, cerita kesal Nekkon Naibaho.
Total uang wajib pajak milik Nekkon Naibaho yang digelapkan dalam kasus ini mencapai 37 Juta Rupiah selama 5 tahun. Belum lagi dedan yang dibebani dan diberlakukan saat ini sebanyak 17 juta Rupiah lebih.
Bagi Nekkon kasus penggelapan justru tenggelam karena keluarga Almarhum Bripka Arfan ‘menjual iba’. Oleh karenanya, kini mereka telah mulai membentuk kelompok warga korban penggelapan uang wajib pajak.
Berkaitan dengan langkah yang akan dilakukan, Nekkon bersama korban lainnya berpikir akan melakukan aksi dan menggugat secara perdata terhadap ahli waris terkait hak milik dari para para wajib pajak.
Nekkon berharap, publik tidak hanya terlena dengan opini sepihak di media sosial, sehingga membuat Polres Samosir terganggu mengungkap kasus penggelapan ini. Kepada media, baik cetak maupun elektronik Nekkon menggantungkan harapan agar membantu ratusan korban Penggelapan pajak di Samosir.
“Bagaimana nasib kami ?. Besar harapan kami, kami nyaris luput terlupakan padahal kami ada ratusan orang yang menjadi korban”, kata Nekkon Naibaho.
Fokus publik atas kematian seorang Arfan, menurut Nekkon mengganggu konsentrasi Polres Samosir dalam pengungkapan Kasus Penggelapan uang wajib pajak ratusan korban di Samosir.
“Jangan hanya fokus pada kematian Bripka Arfan, kami ada ratusan orang di Samosir yang jadi korban”, kata Nekkon Naibaho.
Sebagai salah seorang dari ratusan korban penggelapan Uang Wajib Pajak, Nekkon mendukung penuh upaya Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman membongkar praktek penggelapan dana wajib pajak yang telah berjalan sejak tahun 2018.
Korban lain, Agus Sutopo domisili Tomok yang juga turut dirugikan, sepakat akan melakukan gugatan secara perdata terhadap ahli waris terkait hak milik dari para para wajib pajak.
Agus berharap, kasus penggelapan ini tidak terganggu prosesnya pengejaran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena pembentukan opini publik.
“Semoga ada solusi bagi kami para korban, dan jangan Penyidikan (TPPU-nya) terganggu karena opini-opini sepihak”, ucap Agus.
Disingggung terkait pengakuan Arfan sudah mengembalikan hutang sebanyak 700 Juta Rupiah, menurut Sutopo itu merupakan hasil kejahatan yang dilakukan Arfan dan rekannya.
“Ini bukan hutang namun adalah uang hasil kejahatan yang dilakukan oleh Arfan dan pihak lainnya”, kata Agus.
Sepengetahuan Agus, berdasarkan data Samsat bahwa uang hasil kejahatan yang dilakukan Arfan mencapai Rp 1,3 M, sehingga masih ada sisa kurang lejih 700 Juta Rupiah yang dinikmati oleh Arfan dan orang terdekatnya.
“Ini mendorong kami melakukan gugatan perdata terhadap ahli waris, terkait hak milik dari para wajib pajak”, ucap Agus.
Berdasarkan penelusuran, saat ini sudah lebih dari 300 orang yang menjadi korban penggelapan uang Wajib Pajak oleh Almarhum Bripka Arfan dan rekannya.
Sejauh ini, Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman berupaya membongkar praktek penggelapan dana wajib pajak yang berlangsung sejak tahun 2018.
Diketahui, lebih dari 300 wajib pajak merugi akibat perbuatan Bripka Arfan Saragih dan rekannya. Sebagaimana, 2,5 M uang wajib Pajak tdk disetorkan, dan dokumen notes pajak dipalsukan
Sejauh ini, tiga (3) orang terlapor telah ditahan di Mapolres Samosir dan sedang dalam proses pemeriksaan secara intensif.(Red/Joe)