MEDIASURYA.ID, Medan
Tingkat persaingan usaha di Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2023 dinilai telah meningkat. Di tahun 2023, Indeks Persaingan Usaha di Provinsi Sumut berada pada nilai 5,42 skala 7 atau meningkat jika dibandingkan tahun 2022 dengan nilai 5,18 skala 7. Peningkatan yang signifikan terjadi pada dimensi struktur dan permintaan. Secara peringkat nasional, Provinsi Sumut berada di peringkat 5 setelah DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara.
Pengukuran indeks persaingan usaha sendiri merupakan survei dan analisis tahunan untuk mengukur dan menggambarkan persaingan usaha di setiap sektor ekonomi di setiap provinsi di Indonesia yang dikembangkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan diukur oleh Universitas Padjadjaran.
Selain menjadi indikator kinerja KPPU dalam menjalankan tugasnya, pengukuran indeks persaingan tersebut cukup penting karena dapat memberikan indikasi apakah daya saing dan produktivitas serta efisiensi sektor ekonomi di Indonesia tersebut semakin baik atau tidak, Selasa (2/1/2024)
Pengukuran indeks persaingan usaha dilakukan dengan menggunakan survei persepsi terhadap pelaku usaha, pengambil kebijakan dan akademisi dengan menggunakan dimensi dan indikator dalam persaingan usaha seperti dimensi struktur, perilaku dan kinerja (SCP) industri serta faktor lingkungan bisnis seperti peraturan, kelembagaan, faktor permintaan dan penawaran.
Adapun stakeholder yang menjadi responden survei antara lain Kepala Dinas Perindustrian/Perdagangan Provinsi, atau yang mewakili, Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi, atau yang mewakili, Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang melingkupi seluruh 34 provinsi dan Akademisi Lokal.
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa secara umum seluruh responden menyimpulkan bahwa persaingan usaha di Provinsi Sumatera Utara terkategori tinggi. Sebagian besar responden mempersepsikan bahwa tidak terdapat hambatan untuk memasuki pasar di Provinsi Sumut.
Sementara itu, dari sisi perilaku, sebagian besar responden menyatakan tidak terdapat perilaku persaingan usaha yang tidak sehat.
Dari sisi kinerja pasar, berdasarkan indikator harga diketahui bahwa sebagian responden menyatakan bahwa harga barang dan jasa di Provinsi Sumatera Utara relatif lebih mahal dibanding daerah sekitar. Mengenai sektor dengan keuntungan terbesar, masing-masing responden menyatakan bahwa jasa keuangan dan asuransi, pertanian, kehutanan dan perikanan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki keuntungan terbesar.
Sedangkan tiga sektor yang dinilai oleh para responden memiliki konsentrasi yang rendah, antara lain Pertanian, kehutanan, dan perikanan; sektor Pertambangan dan penggalian dan sektor Transportasi dan Pergudangan. Hal itu dimungkinkan adanya perilaku persaingan usaha yang tidak sehat, meski dari sisi pelaku usaha relatif banyak serta tidak adanya hambatan masuk.
Dalam kaitannya dengan data BPS, Kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan justru menjadi kategori dengan share kontribusi terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara, yakni mencapai 23,71%. Sementara pertumbuhan tertinggi pada kumulatif Triwulan III-2023 terjadi di kategori Transportasi dan Pergudangan sebesar 13,39%. Artinya, sektor yang menjadi unggulan bagi Sumut, justru yang berpotensi terjadi perilaku persaingan usaha tidak sehat.
Pertumbuhan ekonomi dapat menjadi faktor terpenting untuk meningkatkan kesejahteraan, namun kesetaraan ekonomi juga penting untuk memastikan manfaat pertumbuhan didistribusikan secara adil di seluruh masyarakat.
Oleh karena itu, isu terkait demokrasi ekonomi yang seimbang dan berkeadilan penting untuk dikedepankan oleh KPPU, khususnya dalam implementasi kebijakan persaingan usaha dan mengoptimalkan potensi UMKM guna struktur ekonomi yang sehat dan kondusif.
Dimensi regulasi di Sumut memiliki rata-rata skor tertinggi sebesar 6,48. Sedangkan dimensi struktur memiliki rata-rata skor yang tinggi juga, sebesar 5,53. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek regulasi pada daerah yang ada di Provinsi Sumut ini telah mendorong terciptanya persaingan usaha yang tinggi. Begitu juga dengan struktur pasar yang ada di Sumut ini telah mendorong terciptanya persaingan usaha yang tinggi.
Namun dimensi perilaku merupakan dimensi dengan rata-rata terendah, yakni sebesar 4,03. Dengan dimensi perilaku yang rendah dapat diartikan bahwa meski memiliki regulasi dan struktur pasar yang baik, namun perilaku industri belum mampu mendorong persaingan usaha yang tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha di Sumut masih relatif berperilaku yang mengarah pada persaingan tidak sehat, seperti pemanfaatan kekuatan pasar dalam penentuan harga, melakukan koordinasi dalam penetapan output dan harga, relatif kurang melakukan iklan dan relatif kurang melakukan riset dan pengembangan.
Untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan aturan dan regulasi oleh pelaku usaha sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan investor dan berbagai pemangku kepentingan lainnya tentunya menjadi tantangan bagi KPPU pada tahun 2024 ini. Reformasi perilaku pelaku usaha yang dilakukan secara komperhensif melalui instrumen penegakan hukum yang efektif dan pencegahan berbasis program kepatuhan akan menjadi prioritas KPPU Kanwil I dalam mengawal persaingan usaha yang sehat di Sumut. (Agung)