Medan, MEDIA SURYA – Keputusan pemerintah yang mengizinkan pengusaha berorientasi ekspor memangkas upah buruh atau pekerja maksimal 25 persen menuai protes berbagai eleman buruh di Indonesia.

 

Ketua Federasi Sirikat Pekerja Transportasi Nusantara (FSPTN) Sumut, Sahat Simatupang, menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang penyesuaian waktu kerja dan pengupahan pada perusahaan industri padat karya berdampak pada pemotongan gaji buruh pada perusahaan ekspor hingga 25 persen dinilai sangat tidak manusiawi.

 

“Apa dasar perhitungan Kemenaker sehingga berani mengeluarkan peraturan Menaker pemotongan gaji hingga 25 persen berlaku 6 bulan. Bukankah 6 bulan itu waktu yang sangat lama. Apalagi buruh akan memasuki Idul Fitri dan anak-anak akan memasuki tahun ajaran baru sekolah dan tahun ajaran baru perkuliahan yang memerlukan biaya besar,” katanya, Sabtu (18/3).

 

Meskipun Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 2023 tetap dibayarkan namun pemotongan upah hingga 25 persen akan berdampak pada penurunan daya beli dan pertambahan angka kemiskinan dalam kurun waktu setidaknya hingga akhir 2023.

 

 

Sebab, menurutnya pemotongan gaji hingga 25 persen selama enam bulan akan menambah beratnya beban hidup buruh terutama sopir truk dan operator angkutan yang bekerja di perusahaan ekspor yang terdampak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tersebut.

 

Sahat menambahkan, yang seharusnya dilakukan Kemenaker bukan memotong gaji karyawan melainkan memutus pungutan liar (pungli) kepada pengusaha yang berorientasi ekspor.

 

“Pungli ini sesungguhnya menambah beban pengusaha sehingga jalan pintas ditempuh, yakni gaji buruh dipotong demi alasan turunkan rasio PHK akibat perekonomian global yang sedang terganggu. Pungli ini mencapai 25 persen dari ongkos produksi, terlebih lagi yang dialami pekerja sektor transportasi,” bebernya.

 

“Saya menyerukan agar pengusaha tidak memotong gaji karyawan dengan alasan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023. Dan batalkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 yang merugikan buruh atau pekerja, termasuk pekerja transportasi darat, laut dan udara serta sungai, danau dan penyeberangan,” pungkasnya. (wol)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *