Medan, MEDIA SURYA – Dr. M. Joharis Lubis, MM., M. Pd Medan, merupakan alumni SD Negeri No 8 Medan lulus Tahun 1974, SMP Negeri 15 Medan lulus tahun 1980, SMA Swasta Helvetia Medan lulus tahun 1982. Pendidikan Tinggi Program S1Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Negeri Medan lulus tahun 1989, Magister (S2) Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia STIE Ganesha Jakarta lulus Tahun 2000, Magister (S2) Program Studi Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Medanlulus tahun 2007. Doktor (S3) program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan lulus tahun 2018.
Dr Joharis menyampaikan bahwa, Langkah Hukum Jika Dirugikan oleh Keputusan Sekolah Apakah dapat dikenakan hukum jika membagikan hasil keputusan sebuah sekolah yang merugikan anak kepada publik
“Terkait Keputusan Sekolah Menurut Pasal 51 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (“PP 19/2005”), pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan,” tuturnya.
Kemudian pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non akademik dilakukan oleh komite sekolah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.
Pentingnya musyawarah tidak mencapai mufakat, maka dewan pendidik dan/atau komite sekolah/menyerahkan pengambilan keputusan yang bersangkutan kepada lembaga berwenang di atasnya yakni DPRD Kota Medan tegas sebelum Ke Lembaga Hukum. Jika merupakan satuan pendidikan maka lembaga yang berwenang adalah dinas kabupaten/kota yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau kantor departemen yang menangani urusan di bidang agama di Kabupaten/Kota.
Seperti halnya pemilik sekolah sudah seharusnya keahliannya dalam kepemimpinan pendidikan, pengembangan sekolah, dan kurikulum penting diketahui Mustafa Guvercin mendirikan sekolah TK, SD, SMP, SMP dan kampus- kampus Sampoerna Academy yang luar biasa sejak September 2015 harus memiliki keseimbahan dalam sekolah merupakan satuan pendidikan swasta, maka lembaga yang berwenang adalah badan hukum yang menjadi penyelenggara satuan pendidikan dimaksud,” tuturnya.
Lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, kepala sekolah/madrasah melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, maka pengambilan keputusan harus melibatkan penyelenggara.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan dasar formal di Indonesia yang ditempuh setelah lulus dari Sekolah Dasar (SD) atau sederajat. SMP diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta dan ditempuh dalam kurun waktu 3 tahun.
“Cepat atau lambat, setiap guru berhadapan dengan keharusan (atau keterpaksaan) untuk “memecat” atau memberhentikan siswa. Tentu ada banyak alasan mengapa harus melakukannya. Dan jika memang harus memecat siswa, lakukan dengan bijak, jangan emosional dan tempatkan hal itu sebagai salah satu sikap dalam berbisnis. Hal ini akan memperkecil trauma untuk siapa saja,” tuturnya.
Menurut Dr Joharis Memecat siswa barangkali terdengar berlebihan. Akan tetapi, hal itu tidak bisa dihindari dalam proses belajar musik, ketika guru tiba pada situasi dan kondisi yang memang mengharuskan dia memberhentikan siswa. Tentu setiap guru memiliki kriteria dan alasan mengapa ia melakukan hal itu.
“Satu hal yang harus dipegang oleh guru dalam hal ini adalah, bertindaklah sebijak mungkin, meski memiliki ilmu knowledge, skill, pedagogi, ilmu sisiologi, ilmu mendidik didaktik methodik dan psikolinguistik. Untuk dunia pendidikan perlu keterbukaan, kolaborasi dan kohosi terhadap anak, orang tua dan masyarakat karena perlu simbiosis mutualismme dan mau belajar bila kepala sekolah dan guru-guru bukan dari jurusan kependidikan.
“Sebelumnya Alm Gubernur Sumatera Utara menyampaikan hal rakyat atau siswa tidak boleh lapar, bodoh dan sakit.,” tuturnya.
Joharis Lubis sangat menyayangkan adanya kasus pemecatan salah seorang siswa yang dicontohkannya itu satu marga dengan Ibu anak marga saya Lubis,” tuturnya kesal.
Dr Joharis Lubis mengakui hal pendidikan perlu dipandang dari sisi lain sebagai sebuah keterpaksaan.
“Sebagai guru dan dosen saya bisa merasakan betapa berat ketika saya sampai pada keputusan harus memberhentikan siswa. Dengan kata lain, pada dasarnya saya ingin selalu melihat murid-murid saya berhasil, tetapi ketika itu tidak memungkinkan, maka memberhentikan murid dan memberi mereka jalan keluar, jauh lebih baik daripada membiarkan murid dan juga guru sendiri berada dalam dilema, selama murid belajar dan selama guru mengajar. Ini seperti dokter yang harus mengamputasi pasien yang menderita diabetes, jika memang tidak ada pilihan lain dan demi kebaikan pasien,” ujarnya.
Karakter Pemecatan Bukan hal aneh jika “pemecatan” atau “pemberhentian” lebih berkonotasi negatip. Ada nuansa tidak enak, terutama bagi yang dipecat atau yang diberhentikan.
“Disinilah, saya katakan sejak awal, perlu kehati-hatian, kebijaksanaan dan profesionalisme dari guru. Saya ingin mengatakan bahwa, hindari emosi dan dendam. Artinya, berhentikanlah siswa tanpa perasaan dendam, dan lakukan itu tanpa perasaan bersalah. Bagaimanapun waktu Anda sangatlah berharga. Gunakan itu untuk siswa-siswa yang memang sungguh-sungguh ingin belajar dan ingin maju,” tuturnya.
Lalu disampaikan bahwa pemecatan atau memberhentikan siswa bagi seorang guru, bukanlah sesuatu yang mudah, dan seringkali menjadi sebuah pengalaman yang menyakitkan bagi siswa, keluarganya, dan juga guru sendiri.
“Akan tetapi, di atas semua itu, ada hal yang harus menjadi pertimbangan guru. Yakni, bahwa memberhentikan siswa bisa dilakukan bila Anda menghargai diri Anda, waktu Anda, kerja keras Anda, dan apa yang harus Anda berikan kepada siswa-siswa Anda. Buatlah ruang belajar siswa Anda untuk siswa-siswa yang berdedikasi, dengan memberhentikan siswa-siswa yang tidak sesuai dengan standard Anda,” jelasnya.
Ditambahkan Dr M Joharis lebih lanjut dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, kepala sekolah melibatkan guru dan perangkat sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah, dalam hal sekolah swasta, maka pengambilan keputusan harus melibatkan penyelenggara sekolah.
Langkah Hukum Dikarenakan Anda tidak menyebut secara spesifik tentang muatan keputusannya maupun status sekolahnya, perlu direvisi Surat Izin Operasionalnya (SIOP).
Bahwa objek KASUS adalah suatu surat keputusan kepala sekolah mengenai pengembalian siswa ke orang tuanya. Surat keputusan itu dapat dikategorikan sebagai keputusan harus ada solusinya. Oleh karenanya, kami menyarankan kepada Anda untuk mengambil langkah hukum, seperti melalui upaya administratif atau gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara daripada menyebarkan keputusan yang merugikan tersebut melalui media sosial.
Anda juga dapat mengadukan hal ini kepada dewan pendidik dan/atau komite sekolah/madrasah, dinas pendidikan kabupaten/kota, atau badan hukum penyelenggara pendidikan yang bersangkutan. (Nurlince Hutabarat)