Medan, Mediasurya.id – Komunitas Gerak 98 mengadakan diskusi sore bertemakan “Quo Vadiz Medan Zoo ” yang membahas situasi yang terjadi di Medan Zoo di Warung Ommonde Jl. Abdullah Lubis,Medan Sumatera Utara (5/2/24).

Diskusi dipimpin oleh Mian Silalahi, anghota Gerak 98 ini dimulai dengan paparan dari Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ( WALHI ) Sumut, Rian Purba.

” Ada standarisasi untuk membuka kebun binatang yakni pertama luas kandang tergantung jenis hewan. Yang kedua habitat atau kandang tidak membuat binatang itu stress. Dan ketiga dari fasilitas pelayanan baik pakan dan kesehatannya” jelas Rian Purba.

” Ditinjau dari sisi standarisasi dan infrastruktur yang menurut kami tidak memenuhi standard yang sudah ditetapkan. Maka kami dari WALHI merekomendasikan untuk menutup Medan Zoo hingga memenuhi standarisasi yang sudah diatur ” tambahnya.

Sementara itu Badar Johan penggiat dan juru kampanye kehidupan liar dari The Wildlife Whisperer of Sumatra ) menyatakan bahwa jika Medan Zoo tetap dibuka malah akan menjelekkan citra konservasi Indonesia di mata dunia.

” Karena apa, banyak orang yang melakukan konservasi, mengeluarkan banyak energi dan materi mereka dan bahkan dari luar negeri datang ke sini. Nah jika situasinya seperti ini ,akan menjelekkan citra konservasi Indonesia di mata mereka ” jelas Badar.

“Yang kedua, ada kebijakan dari BKSDA Sumut selaku pemilik binatang di Medan Zoo yang sudah tiga kali menyurati Medan Zoo terkait hal ini. Selanjutnya jika pun tetap di buka, dengan kondisi binatang disana sakit disana, siapa dokter yang akan merawatnya? Sedangkan dokternya sudah mengundurkan diri” tambahnya.

Batara menjelaskan sebab itu, jika pun satwa di Medan Zoo tetap dibuka. Siapa yang menjamin bahwa satwa disana tetap akan bertahan hidup dalam kondisi sakit disana. Sedangkan Medan tidak memiliki dokter yang kompeten.

” Contohnya seperti baru – baru ini berita seekor kuda mati, apakah BKSDA tahu berita ini? Seharusnya BKSDA itu tahu dan wajib melaporkan kondisi satwa,sebab kelahiran dan kematian satwa adalah kondisi saintis. Hingga jika kematian satwa terjadi karena human error, maka kejadian tersebut tidak terulang lagi” lanjut Barda.

Batara menyatakan bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam bertanggung jawab terhadap hal ini dan juga yang mengeluarkan surat pencabutan izin terhadap Medan Zoo.
98
” Karena mempertimbangkan hal itu, kami dari Wildlife merekomendasikan untuk menutup Medan Zoo . Dan kami sarankan satwa – satwa yang ada di dalam agar segera di pindahkan ke kebun binatang yang lebih kompeten dari Medan Zoo atau mungkin Lembaga Konservasi yang kompeten. Ini adalah peran dan tanggung jawab BKSDA” tegasnya.

Dilain pihak Dede, salah satu anggota Gerak 98 mempertegas bahwa tujuan dari diskusi sore itu bukan sekedar tentang kurangnya uang dan investasi terhadap Medan Zoo ataupun administrasinya, melainkan hal yang jauh lebih penting dari itu.

” Kita ada disini karena ada empat ekor hewan langka kategori appredict 1 yang mati di sana (Medan Zoo.red). Dan Pemerintah Kota Medan seolah membiarkan hal tersebut menjadi hal yang sangat sepele. Padahal sejatinya ini adalah pembantaian sadis.” tegasnya.

Menurut Dede pembiaran itu adalah bentuk kezaliman kepada satwa dan atas rasa peduli itu hendaklah dilakukan langkah konkrit agar bisa ditemukan transparansi akan kejadian itu.

” Urusan kita bukan uang atau investor, bukan ranah kita itu. Tapi kita harus mampu membongkar pembantaian sadis ini agar menjadi efek jera dan tidak terulang kejadian serupa. Tidak hanya satwa langka terbunuh, tidak menutup kemungkinan akan ada satwa lain yang mati tanpa kita ketahui” lanjitnya.

Dede menyarankan agar dibuat aduan sesuai dengan UU No. 5 tahun 90 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya , pasal 21 ayat 1 sampai 5 ,pasal 40 ayat 2.

” Mari kita buat laporan dan bongkar kejadian ini. Berani tidak? Jangan cuma menerima alasan sepele dari Walikota Bobby yang menjelaskan karena sakit , lalu tidak ada rekam medisnya sama sekali. Apa fungsi dia sebagai pemerintah yang seharusnya menjaga dan melindungi kesejahteraan satwa langka di Medan Zoo” tegas Dede.

Pimpinan diskusi, Mian Silalahi menyimpulkan hasil dari diskusi ” Quo Vadiz Medan Zoo” dalam beberapa point.

” Dari hasil diskusi ini kita bersepakat bahwa sudah nyata bahwa Pemko Medan melakukan pembiaran terhadap satwa langka dan belum memiliki political while terhadap solusi di mana Medan Zoo menjadi aset terpisah dari Pemko Medan ” ungkap Mian.

” Solusi yang akan kita lakukan adalah menyurati pihak BKSDA untuk melakukan audiensi sekaligus meminta hasil audit satwa langka yang sedang sakit dan juga audit terhadap satwa yang telah mati” lanjutnya.

” Dan kita juga mendesak BKSDA agar segera memindahkan satwa yang masih ada di Medan Zoo ini ke tempat yang lebih kompeten apakah itu kebun binatang atau lembaga konservasi lainnya” ungkap Mian diakhir diskusi.

Setelah dikonfirmasi ke pihak BKSDA Sumut akhirnya disepakati untuk mengadakan audiensi pada hari Rabu, 13 Febuari 2024. (Ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *