Jakarta, MEDIA SURYA – Diduga Lemahnya pengawasan Pemerintah Provinsi (Pempro) DKI Jakarta terhadap kegiatan penyimpan batubara atau stockpile PT MBS di Jalan Cakung Cilincing Raya, Kelurahan Cakung Barat, Kecmatan Cakung, Jakarta Timur menyebabkan keresahan dan ketakutan bagi masyarakat sekitar lingkungan perusahaan.
Keresahan masyarakat ini sudah berlangsung bertahun-tahun, namun tindakan tegas dari pemerintah terhadap perusahaan yang diduga kuat menimbulkan polusi udara itu dirasakan tidak ada.
Selain warga sekitar lingkungan perusahaan, masyarakat pengguna Jalan Cakung Cilincing dari Tanjung Priok menuju Cakung, juga mengeluhkan banyaknya debu batubara di sepanjang jalan di depan penumpukan Batubara milik PT MBS, tepatnya sebelum perumahan Garden City. Begitu juga jika musin penghujan, pengguna kenderaan bermotor yang melintas harus ekstra hati-hati karena jalanan menjadi rata dan licin disebabkan adanya ceceran abu batubara nempel di jalanan.
Salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya ia mengatakan merasa kecewa karena bau dan ancaman penyakit dari polusi batubara itu mengancam kesehatan, juga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Sejumlah warga Cakung Barat sekitar lingkungan perusahaan, mendatangi penimbunan batubara milik PT MBS seraya meminta pertanggungjawaban perusahaan yang menimbulkan polusi udara menyengat yang dirasakan warga.
“Kita minta perusahaan bertangungjawab atas timbulnya bau tidak sedap atau menyengat dari abu batubara yang terbawa angin, menimbulkan penyakit gata-gatal juga batuk-batuk dan sudah lama dirasakan warga,” pinta para warga yang mendatangi pengelola perusahaan.
Kedatangan sejumlah warga menemui pihak perusahaan, nampaknya tidak mendapatkan respon baik dari pihak perusahaan. Warga datang menyampaikan keluhan, tapi nampaknya tuntutan mereka tidak diterima baik oleh pihak perusahaan.
“Kita berharap kepada instansi terkait mendengarkan keluhan kita dan menindak perusahaan yang diduga kuat telah mencemari lingkungan dan menimbulkan penyakit kepada warga sekitar perusahaan,” tutur sejumlah warga baru-baru ini.
Suku Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur pinta warga, menindak tegas perusahaan jika terbukti melanggar undang-undang lingkungan hidup. Pengelola perusahaan harus punya kepedulian kepada masyarakat.
Semenjak depo penumpukan batubara PT MBS beroperasi, Jalan Raya Cacing sekitar perusahaan makin licin dan debunya juga bertebangan dilingkungan warga.
Jika perusahaan mematuhi izin dampak lingkungan atau Amdal, mereka harus tau dampak polusi mempengaruhi kesehatan bagi warga sekitar perusahaan.
Perlu diketahui, Menurut UU No 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) PPLH adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Setiap penanggung jawab usaha yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan atau melakukan tindakan tertentu.
Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan.
Memulihkan fungsi lingkungan hidup, menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut dua sumber utama polusi udara di Jakarta berasal dari asap kendaraan bermotor dan kegiatan industri berbasis batubara.
Untuk mengendalikan sumber polusi dari industri, KLHK menghentikan kegiatan empat perusahaan. Dari ke empat perusahaan itu, PT MBS disebut melakukan pelanggaran terkait ketidaksesuaian dokumen lingkungan dengan kondisi di lapangan. (Nardo)