35 Tahun Berjualan di Terminal Tanjung Priok, Rosintan Pangaribuan Mencari Keadilan

Jakarta, MEDIA SURYA – Rosintan Pangaribuan (73) mengaku kecewa dengan sikap dan tindakan pengelola Terminal Bus Antar Kota dan Antar Provinsi Tanjung Priok yang diduga tidak bersikap netral dan profesional terhadap pedagang UMKM dalam terminal.

“Saya merasa kecewa dan dipermainkan oleh pihak Dinas Perhubungan (Dishub) selaku pengelola terminal dan selaku pembina para pedagang terminal dengan tanpa konsultasi terlebih dahulu memindahkan kios yang ditempati pedagang semula dipindahkan ke kios lainya,” tutur Rosintan, Rabu (23/8/2003).

Rosintan menjelaskan, ia telah berjualan di terminal Tanjung Priok sekitar 35 tahun dan mempunyai 2 kios bersama anaknya. Kemudian paska renovasi kios-kios di terminal, dimana sebelumnya ruko atau kios Rosintan berdampingan dengan kios anaknya.

Namun sekarang antara kios Rosintan dengan anaknya malah berjauhan, padahal bila berdampingan dengan anaknya ada yang mengawasi jualan ibu Rositan tersebut mengingat usiannya telah usia lanjut.

Rosintan mengungkapkan ruko atau kios yang tadinnya antara ia dengan anaknya berdampingan jadi terpisah jauh. Hal itu katanya karena pihak Dishub akan menggunakan kios tersebut untuk tempat ricek.

“Jika untuk tempat ricek oleh pihak Dishub tidak saya permasalahkan. Tapi alasan itu tidak benar, malah diduga di kontrakan dengan pihak lain,” kata Rosintan.

Rosintan kepada awak media menjelaskan kronologis permasalahan yang dialaminya, yakni bermula sesudah selesai bangunan kios dibangun. Para pedagang yang terdaftar resmi dipanggil semua ke Rawamangun untuk rapat pembagian kios. Rosintan mendapatkan kios nomor 18 dan anaknya bernama Darwin nomor 25.

Dalam pertemuan tersebut Rosintan bertanya dengan bahasa bisa dempet nga pak, bisa kalau sama jualannya. Jawaban ini disampaikan saat pertemuan dengan pihak Dishub di Rawamangun.
Kemudian sudah ada sebulan Rosintan dipanggil ke Gedung Dishub Terminal Priok lantai dua mau penyerahan kunci. Dan kunci yang didapatkan Rosintan kunci kios nomor 14, sementara dalam pertemuan di kantor pengelola Rawamangun yang ia dapatkan adalah kios nomor 18.

“Tidak bu, kami di suruh bapak di Rawamangun ambil nama-nama kios yang di gusur siapa aja, terus di ambil dari TU. Lihat dulu nomor 18 itu siapa, itu nomor kosong dan nga ada namanya,” ucap Rosintan menirukan ucapan petugas Dishub Terminal Tanjung Priok.

Kemudian Rosintan menolak mengambil kunci nomor 14 dengan alasan bahwa dalam pertemuan para pedagang dengan pengelola di Rawamangun jelas ia mendapatkan kunci kios nomor 18.

“Saya ga mau ambil kunci 14 ini, dan saya mendapat kunci nomor 18 di depan forum semua orang yang di gusur dan dipanggil kembali. Ada 3 orang yang kiosnya berdempet, terus ruang 4 dan 5 untuk ruang ramcek dan ruang kesehatan,” katanya.

Selanjutnya Rosintan menghadap ke Kepala UPT Rawamangun dan disampaikan bahwa ruang kesehatan adalah nomor 18 . Dan jika pun dipakai untuk ruang kesehatan, Rosintan tetap bersedia untuk mengembilnya dengan alasan ia tidak rela jika nomor 18 itu dipakai orang lain untuk jualan. Hal itu disampaikanya kepada Kepala UPT Rawamangun dan Kater Tanjung Priok.

Tiba – tiba berapa hari lalu lanjut Rosintan, ada yang mau jualan di nomor 18 dan dikatakan sudah ada suratnya atas nama Lana. “Benar ibu saya mau jualan di kios nomor 18 ini dan bukti suratnya ada atas nama Lana,” terang Rosintan menirukan ucapan yang mau jualan di kios nomor 18 tersebut.

Rosintan menegaskan bahwa ia tidak ada urusan dengan pedagang bernama Lana. Ia minta bahwa kios tersebut adalah sah untuk ia berjualan.

“Saya meminta pertanggung-jawaban pengelola, kios ini kembali ke saya, kalau tidak dijadikan menjadi ruang kesehatan,”ucapnya.

Kepala Terminal Tanjung Priok, Muzofar Surya Alam saat di temui awak media mengungkapkan bahwa masalah kios nomor 18 tersebut adalah keputusan dari UPT Rawamangun. (Nardo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *